Membuat Kopi Luwak, Tanpa Bantuan Binatang Luwak - Berbeda dengan kopi biasa, kopi luwak memiliki rasa dan aroma yang khas dan nikmat yang disukai oleh semua kalangan masyarakat. Aroma yang unik pada kopi Luwak di hasilkan dari fermentasi di dalam perut binatang Luwak selama 12-24 jam setelah Luwak memakan buah kopi. Produksi kopi Luwak selama ini sangat tergantung oleh binatang Luwak atau Musang. Untuk mengetahui sejarah kopi Luwak baca : Kopi Luwak Berasal Dari Kotoran Binatang Luwak/Musang, Tapi Mahal Harganya.
Semakin tingginya permintaan pasar terhadap kopi luwak harus di sambut baik oleh para pelaku usaha agribisnis. Untuk memenuhi permintaan pasar yang besar jika hanya mengandalkan produksi dari alam/binatang Luwak saja maka tidak akan sulit untuk terpenuhi. Harus dilakukan penelitian untuk membuat inovasi baru agar produksi tidak tergantung pada ketersediaan binatang Luwak.
Semakin tingginya permintaan pasar terhadap kopi luwak harus di sambut baik oleh para pelaku usaha agribisnis. Untuk memenuhi permintaan pasar yang besar jika hanya mengandalkan produksi dari alam/binatang Luwak saja maka tidak akan sulit untuk terpenuhi. Harus dilakukan penelitian untuk membuat inovasi baru agar produksi tidak tergantung pada ketersediaan binatang Luwak.
Kelemahan Produksi Kopi Luwak Dengan Binatang Luwak.
Kopi Luwak yang beraroma unik itu memiliki beberapa kekurangan jika di tinjau dari proses produksinya dengan bantuan binatang Luwak, yaitu antara lain :
1. Sebagian masyarakat belum dapat menerima kopi luwak karena adanya kontroversi dari sisi agama dan higynitas
2. Produksi tergantung pada jumlah Luwak/Musang dan nafsu makannya
3. Ketika tidak musaim panan kopi harus tetap memmberi makan Luwak sehinga berakibat pada biaya produksi yang mahal
4. Memerlukan tempat dan biaya tambahan lainya untuk perawatan Luwak/Musang
5. Adanya pertentangan dari kalangan pecinta binatang.
Dari beberapa kelemahan itulah maka inovasi proses produksi kopi Luwak agar tidak lagi tergantung pada binatang Luwak adalah suatu keniscayaan. Sejalan dengan hal itu IPB terus bekerja keras melakukan penelitian demi penelitian.
Dibawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Hj. Erliza Noor akhirnya penelitian itu mambuahkan hasil yang sangat membanggakan. Prof. Dr. Ir. Hj. Erliza Noor adalah guru besar Institut Pertanian Bogor yang menjadi staf pengajar Depertemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian. Penelitian itu berhasil mengembangkan produksi kopi Luwak tanpa binatang Luwak, yaitu dengan sistem Enzimatis. Dengan temuan ini seluruh bangsa Indonesia khususnya masyarakat pertanian wajib berbangga hati bahwa putra-putri Indonesia mampu berkarya sedemikian hebatnya.
Teknologi produksi kopi luwak secara enzimatis ini tentunya mengadaptasi kondisi fermentasi biji kopi didalam perut atau pencernaan hewan Luwak. Dimana buah kopi setelah dimakan Luwak lalu difermentasi di dalam pencernaan Luwak sebelum dikeluarkan dalam bentuk feses. Kesimpulan yang didapat dari hasil penelitian itu adalah ketika proses pendegradasian atau penghancuran buah dan kulit kopi oleh mikroorganisme menghasilkan enzim yang berperan dalam reaksi enzimatis perubahan komposisi kimia dalam biji kopi. Perubahan komposisi kimia biji kopi inilah yang membuat aroma dan rasa yang unik pada kopi Luwak.
Reaksi enzimatis melibatkan oleh peranan mikroorganisme jenis bakteri-bakteri selulolitik (penghancur sel), proteolitik (penghancur protein) dan xilanolitik yang diperoleh dari hasil isolasi dan seleksi feses luwak. Dari hasil isolasi, dipilih bakteri dari ketiga kelompok tersebut yang memiliki aktivitas enzim tertinggi adalah
- Stenotropomonas sp MH34 (bakteri xilanolitik),
- Proteus penneri (bakteri selulolitik)
- Bacillus aerophilus (bakteri proteolitik)
Rekayasa proses produksi kopi Luwak mencakup perlakuan inokulum secara tunggal (satu jenis bakteri) maupun kombinasi (dua dan tiga jenis bakteri), kondisi fermentasi (waktu dan suhu) serta rasio inokulum. Rekayasa proses produksi kopi luwak secara enzimatis ini diharapkan dapat menghasilkan kopi setara atau lebih baik dari kopi luwak yang diproduksi dengan bantuan hewan Luwak.
1. Sebagian masyarakat belum dapat menerima kopi luwak karena adanya kontroversi dari sisi agama dan higynitas
2. Produksi tergantung pada jumlah Luwak/Musang dan nafsu makannya
3. Ketika tidak musaim panan kopi harus tetap memmberi makan Luwak sehinga berakibat pada biaya produksi yang mahal
4. Memerlukan tempat dan biaya tambahan lainya untuk perawatan Luwak/Musang
5. Adanya pertentangan dari kalangan pecinta binatang.
Produksi Kopi Luwak Tanpa Binatang Luwak/Musang
Prof. Dr. Ir. Hj. Erliza Noor |
Dibawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Hj. Erliza Noor akhirnya penelitian itu mambuahkan hasil yang sangat membanggakan. Prof. Dr. Ir. Hj. Erliza Noor adalah guru besar Institut Pertanian Bogor yang menjadi staf pengajar Depertemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian. Penelitian itu berhasil mengembangkan produksi kopi Luwak tanpa binatang Luwak, yaitu dengan sistem Enzimatis. Dengan temuan ini seluruh bangsa Indonesia khususnya masyarakat pertanian wajib berbangga hati bahwa putra-putri Indonesia mampu berkarya sedemikian hebatnya.
Teknologi produksi kopi luwak secara enzimatis ini tentunya mengadaptasi kondisi fermentasi biji kopi didalam perut atau pencernaan hewan Luwak. Dimana buah kopi setelah dimakan Luwak lalu difermentasi di dalam pencernaan Luwak sebelum dikeluarkan dalam bentuk feses. Kesimpulan yang didapat dari hasil penelitian itu adalah ketika proses pendegradasian atau penghancuran buah dan kulit kopi oleh mikroorganisme menghasilkan enzim yang berperan dalam reaksi enzimatis perubahan komposisi kimia dalam biji kopi. Perubahan komposisi kimia biji kopi inilah yang membuat aroma dan rasa yang unik pada kopi Luwak.
Reaksi enzimatis melibatkan oleh peranan mikroorganisme jenis bakteri-bakteri selulolitik (penghancur sel), proteolitik (penghancur protein) dan xilanolitik yang diperoleh dari hasil isolasi dan seleksi feses luwak. Dari hasil isolasi, dipilih bakteri dari ketiga kelompok tersebut yang memiliki aktivitas enzim tertinggi adalah
- Stenotropomonas sp MH34 (bakteri xilanolitik),
- Proteus penneri (bakteri selulolitik)
- Bacillus aerophilus (bakteri proteolitik)
Rekayasa proses produksi kopi Luwak mencakup perlakuan inokulum secara tunggal (satu jenis bakteri) maupun kombinasi (dua dan tiga jenis bakteri), kondisi fermentasi (waktu dan suhu) serta rasio inokulum. Rekayasa proses produksi kopi luwak secara enzimatis ini diharapkan dapat menghasilkan kopi setara atau lebih baik dari kopi luwak yang diproduksi dengan bantuan hewan Luwak.
Kandungan Nutrisi Kopi Luwak Tanpa Luwak
Peningkatan kualitas kopi luwak diindikasikan oleh penurunan kadar protein yang dapat menurunkan rasa pahit disamping meningkatkan cita rasa dan aroma pada kopi luwak. Perubahan pada aroma dan cita rasa kopi luwak yang khas berkaitan dengan kadar zat volatile bebas. Untuk itu kualitas kopi hasil fermentasi dianalisis kandungan kafein dan senyawa volatilne-nya serta dibandingkan kafein pada biji kopi dan kopi Luwak konvensional. Kopi hasil fermentasi enzimatis untuk semua perlakuan menunjukkan penurunan kafein terhadap biji kopi yang lebih besar yaitu 48-69 persen dibanding kopi luwak konvensional yaitu 29 persen.
Kandungan nutrisi kopi yang dihasilkan menunjukkan kenaikkan kandungan asam yang baik untuk kesehatan seperti asam laktat, butirat dan askorbat. Sementara asam oksalat yang membahayakan tubuh dihasilkan lebih rendah. Ini memperlihatkan produk kopi hasil rekayasa enzimatis memiliki kualitas dan kandungan nutrisi lebih baik dari kopi luwak konvensional.
Keunggulan Kopi Luwak Tanpa Hewan Luwak
Hasil produksi kopi Luwak secara enzimatis ini membawa beberapa keunggula yaitu antara lain
- Aman untuk kesehatan,
- Biaya produksinya lebih murah dibanding pemeliharaan Luwak yang memerlukan biaya pemeliharaan mahal.
- Dapat melestarikan hewan luwak, karena dalam penangkaran luwak tidak dapat bereproduksi.
- Dapat mencegah kontroversi dan keengganan konsumen untuk menikmati kopi luwak yang terkesan tidak higienis karena berasal dari kotoran hewan luwak. Sumber : ipb.ac.id.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar