Potensi Usaha Budidaya Bawang Merah Di Lahan Gambut - Bawang merah (Allium ascalonicum L) merupakan salah satu komoditas tanaman hortikultura yang banyak dikonsumsi manusia sebagai campuran bumbu masak setelah cabe. Selain sebagai campuran bumbu masak, bawang merah juga dijual dalam bentuk olahan seperti ekstrak bawang merah, bubuk, minyak atsiri, bawang goreng. Bahkan menurut beberapa penelitian, bawang merah berkhasiat bagi kesehatan. Oleh sebab itu, bawang merah termasuk ke dalam komoditas tanaman hortikultura yang sering digunakan oleh masyarakat. Potensi pengembangan bawang merah pun masih terbuka lebar,tidak saja untuk kebutuhan dalam negeri tetapi juga luar negeri. Jika komoditas bawang merah ini diusahakan, maka akan menjadi salah satu komoditas hortikultura yang menguntungkan.
Luas lahan gambut Indonesia menurut buku “Peta Lahan Gambut Indonesia” yang dikeluarkan oleh Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanianpada tahun 2011, luas total lahan gambut di tiga pulau utama, yaitu Sumatera, Kalimantan dan Papua adalah 14.905.574 ha.Dengan luasan tersebut, Indonesia menjadi negara keempat yang mempunyai lahan gambut terluas di dunia. Akan tetapi, pemanfaatan dan pengembangan lahan gambut untuk pertanian masih sangat terbatas.
Luas lahan gambut di Kalimantan Barat, masih menurut buku yang sama adalah sekitar 1.680.135ha, dengan luasan berimbang antara kedalaman dangkal (50-100 cm) sampai sangat dalam (> 300 cm). Upaya pemanfaatan lahan gambut di Indonesia, masih banyak menimbulkan kontroversi. Contohnya, disatu sisi lahan gambut dapat dimanfaatkan untuk kepentingan budidaya pertanian. Namun di sisi lain, jika lahan gambut semakin banyak yang tereksploitasi, maka akan mempercepat terjadinya pemanasan global.
PanenBawang Merah diBPTP Kalbar di Desa Rasau Jaya, Kab. Kuburaya |
Potensi Bawang Merah di Lahan Gambut
Pengembangan komoditas pertanian komersial bernilai ekonomi tinggi, pada umumnya memiliki ciri-ciri, yaitu ketersediaannya terbatas, namun permintaan akan komoditas pertanian tersebut tinggi. Salah satu komoditas pertanian komersial ekonomi tinggi terebut adalah bawang merah. Peluang pasar untuk bawang merah di daerah-daerah yang mempunyai areal lahan gambut luas sangatlah besar. Dikarenakan sebagian besar bawang merah yang ada di pasar masih disupply dari pulau jawa dan sebagian besar petani di lahan gambut masih sedikit yang membudidayakan bawang merah.
Pada beberapa pengkajian yang telah dilakukan oleh para peneliti dan lembaga riset menunjukkan, bahwa bawang merah mempunyai potensi yang sangat besar untuk bisa dibudidayakan dan dikembangkan di lahan gambut. Pengkajian yang telah dilakukan oleh Titiek Purbiati pada tahun 2012, menunjukkan bahwa bawang merah dapat dikembangkan di lahan gambut Kalimantan Barat, Kabupaten Kuburaya, dengan menghasilkan bobot kering sebanyak 11-12 ton/ha.
Sedangkan pada tahun 2015 juga dilakukan pengkajian bawang merah di lahan gambut Kalimantan Barat, Kabupaten Kuburaya, oleh Dina Omayani dkk dimana hasil pengkajian menunjukkan bahwa bawang merah di lahan gambut dapat menghasilkan bobot kering sebanyak 7-8 ton/ha. Adapun beberapa jenis varietas bawang merah yang dapat memberikan hasil cukup tinggi jika ditanam di lahan gambut dari hasil kajian yaitu varietas Sumenep, Moujung dan Bima.
Hambatan Bertani Bawang Merah di Lahan Gambut
Penggunaan lahan gambut untuk pengembangan tanaman sayuran, khususnya bawang merah masih ditemui beberapa kendala atau hambatan. Adapun kendala atau hambatan-hambatan yang biasa dijumpai pada saat melakukan usahatani bawang merah di lahan gambut adalah sebagai berikut :
1. Sumber Daya Manusia
Sebagian besar petani yang bertani di lahan gambut, masih banyak yang belum mau untuk melakukan budidaya bawang merah di lahan gambut. Beberapa faktor penyebabnya yaitu, kurangnya pengetahuan petani tentang teknik budidaya bawang merah di lahan gambut. Faktor lainnya adalah tingginya biaya yang harus dikeluarkan untuk bertani bawang merah di lahan gambut (terutama untuk penyediaan bibit bawang merah), dikarenakan para petani belum dapat menyediakan bibit bawang merah sendiri, sehingga bibit bawang merah harus dikirim dari Jawa dengan biaya kirim yang cukup tinggi.
Selain itu, hambatan juga datang dari sisi penyuluh pertanian yang masih sangat lemah dari segi pengetahuan, pengalaman dan ketrampilan dalam melakukan budidaya bawang merah di lahan gambut.
2. Kondisi Lahan Gambut
Menurut Hardjowigeno, lahan gambut pada umumnya memiliki kandungan bahan organik lebih dari 30 % dan tebalnya lebih dari 40 cm. Sifat lahan gambut juga umumnya memiliki reaksi sangat masam, memiliki muka air tanah dangkal, rawan terhadap keracunan akibat asam-asam organik yang dilepaskan tanah gambut, serta rawan terbakar pada saat musim kemarau. Pengelolaan lahan gambut pada umumnya dengan memperbaiki tata air, melalui pembuatan saluran drainase sehingga daerah perakaran dapat ditanami. Pemberian amelioran seperti kapur diperlukan untuk mengurangi tingkat kemasaman pH tanah gambut. Penambahan pupuk anaorganik makro dan mikro juga diperlukan, demikian juga pupuk kandang maupun kompos. Sehingga petani memerlukan biaya yang lebih besar dan waktu yang cukup lama untuk menjadikan lahan gambut menjadi lahan yang subur dan bisa untuk ditanami bawang merah dengan mudah. Selain itu, penggunaan lahan gambut untuk pengembangan tanaman bawang merah juga masih banyak ditemui beberapa masalah, antara lain: kematangan tanah, ketebalan gambut bervariasi, penurunan permukaan gambut, rendahnya daya tumpu, rendahnya kesuburan tanah, adanya lapisan pirit (banyak mengandung besi) dan pasir, pH tanah yang sangat masam, kondisi lahan gambut yang jenuh air (tergenang) pada musim hujan dan kekeringan saat kemarau, serta rawan kebakaran.
3. Tingginya tingkat serangan hama penyakit.
Hama penyakit merupakan salah satu kendala utama dalam budidaya bawang merah di lahan gambut. Hama dapat menimbulkan gangguan pada tanaman secara fisik, dan disebabkan oleh serangga, tungau, dan moluska. Sedangkan penyakit, dapat menimbulkan gangguan fisiologis pada tanaman, dan disebabkan oleh cendawan, bakteri, fitoplama dan virus. Perkembangan hama penyakit dalam budidaya bawang merah di lahan gambut sangat dipengaruhi oleh dinamika iklim. Sehingga tidak heran, jika banyak ditemukan permasalahan hama penyakit pada tanaman bawang merah yang dibudidayakan di lahan gambut. Ada beberapa macam serangan hama penyakit yang biasa menyerang tanaman bawang merah yang dibudidayakan di lahan gambut antara lain :
a. Ulat Bawang (Spodoptera exigua atau S. litura)
Hama ini dapat menyerang tanaman bawang merah sejak fase pertumbuhan awal (10 hst) sampai dengan fase pematangan umbi (55 hst). Ulat bawang melubangi ujung daun, lalu masuk ke dalam daun bawang. Ulat memakan permukaan daun bawang bagian dalam, hingga tinggal bagian epidermis luar. Sehingga daun bawang kelihatan menerawang tembus cahaya atau terlihat seperti bercak-bercak putih transparan dan akhirnya daun bawang terkulai.
b. Moler (Fusarium oxysporum f.sp. cepae)
Dari hasil pengkajian bawang merah di lahan gambut Kalimantan Barat pada tahun 2015 yang dilakukan oleh Abdullah Umar dkk, menunjukkan bahwa adanya serangan penyakit Antraknosa, atau Otomatis, atau dapat pula disebut Moler. Gejala penyakitnya berupa bercak berwarna coklat kehitaman pada daun tanaman. Daun tanaman kemudian menjadi patah pada bagian yang mengalami bercak. Gejala pertama kali muncul pada umur tanaman 43-50 Hst. Dimana penyakit ini menginfeksi lewat perakaran dan umbi. Penyakit ini menyerang tanaman bawang merah di bagian dasar umbi lapis sehingga pertumbuhan akar dan umbi terganggu.
c. Bercak Ungu atau Trotol
Dari hasil pengkajian bawang merah di lahan gambut Kalimantan Barat pada tahun 2012 yang dilakukan oleh Purbiati menunjukkan bahwa ada serangan penyakit bercak ungu A. porii atau trotol menyerang bawang merah sejak tanaman berumur 30 HST sampai menjelang panen. Penyakit yang disebabkan oleh cendawan A. porii atau penyakit bercak ungu atau trotol ini, dapat ditularkan melalui udara dan berkembang dengan baik jika kelembapan udara tinggi. Penyakit ini termasuk penyakit penting pada bawang merah, karena dapat menurunkan hasil produksi bawang merah secara nyata. Serangan penyakit oleh A. porii dapat menyebabkan kehilangan hasil produksi 35−40%. Adapun gejala yang ditimbulkan dari serangan penyakit ini adalah terjadinya bercak kecil, melekuk, berwarna putih sampai kelabu. Jika membesar, bercak tampak bercincin-cincin, warnanya agak keunguan dan ditepi daun kuning serta mengering ujungnya. Penyebaran penyakit ini melalui umbi atau percikan air dari tanah. Sehingga langkah preventif yang sebaiknya dilakukan jika ada hujan segera lakukan penyiraman setelah hujan berhenti.
d. Rebah pangkal daun.
Tanaman bawang merah yang terserang penyakit ini dalam satu rumpun rebah, dapat terjadi secara mendadak. Pangkal daun menjadi lunak, sehingga tidak kuat menopang beban yang ada. Beberapa hari kemudian, seluruh bagian daun mengering. Sehingga tidak tersisa daun pada tanaman yang terserang atau tanaman menjadi gundul.
4. Anomali Iklim yang ektrim.
Penyebab tingginya serangan penyakit untuk bawang merah, didominasi oleh curah hujan dan kelembapan yang tinggi dan tidak mudah untuk diprediksi. Sehingga saat musim penghujan tiba, akan mempercepat penularan tanaman yang sakit ke tanaman yang sehat. Hal ini memerlukan perhatian khusus supaya penularan beberapa serangan penyakit ini dapat dicegah.
Dalam melakukan usahatani bawang merah di lahan gambut, tidak semua kegiatan dapat dilakukan secara individual. Sebab itulah diperlukan kerjasama antar anggota kelompok tani. Misalnya dalam pemasaran, pengendalian hama penyakit dan pengairan. Dengan demikian, kelompok tani berperan sebagai media untuk bekerjasama antar anggota kelompok tani. Selain itu, kelompok tani juga dapat memfasilitasi kegiatan produksi bawang merah bagi anggota-anggotanya. Mulai dari penyediaan input, proses produksi, pascapanen, sampai dengan pemasaran hasilnya.
Kegiatan usahatani bawang merah merupakan kegiatan agribisnis yang berorientasi pada profit. Dalam hal ini, kelompok tani berperan sebagai agen bisnis yang dapat menggerakkan sumberdaya kolektif (tenaga, pikiran, dan dana) bagi kepentingan kelompok. Sehingga agribisnis bawang merah menjadi lebih efisien. Melihat potensi usahatani bawang merah di lahan gambut yang cukup besar dengan hambatan yang besar pula, maka kedepanya perlu adanya sinergisitas antara para peneliti, penyuluh pertanian dan para pengambil kebijakan untuk melakukan penelitian, pengkajian, dan pendampingan terkait budidaya bawang merah di lahan gambut ini secara lebih intensif.
Sumber Bacaan :
Firmansyah, M. A dan Astri Anto. 2013. Teknologi Budidaya Bawang Merah Lahan Marjinal di Luar Musim. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kalimantan Tengah. Palangkaraya.
Hardjowigeno, S. 1993. Klasifikasi tanah dan pedogenei. Akademi Pressindo. Jakarta. 274 Hal.
Tim Penyusun Lahan Gambut Indonesia. 2011. Peta Lahan Gambut Indonesia Skala 1:250.000. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Bogor.
Purbiati, T. September 2012. Potensi Pengembangan Bawang Merah di Lahan Gambut. Jurnal Litbang Pertanian. Volume 31, No. 3, http://ejurnal.litbang.pertanian.go.id/index.php/jppp/article/view/581/360, 3 September 2012.
Dewi, D.O. 2015. Pengkajian Teknologi Spesifik Lokasi Peningkatan Produksi Bawang Merah di Lahan Gambut Kalimantan Barat. Laporan Akhir Kegiatan. Tidak dipublikasikan. Pontianak. BPTP Kalimantan Barat.
Umar, A. 2015. Pendampingan Pengembangan Kawasan Bawang Merah di Kalimantan Barat. Laporan Akhir Kegiatan. Tidak dipublikasikan. Pontianak. BPTP Kalimantan Barat.
Penulis : Muhammad Syahri Mubarok, SST. (Penyuluh Pertanian BPTP Kalimantan Barat)